Jakarta, Brilian-news.id – Fenomena tulisan jurnalistik yang lebih mengutamakan pencitraan daripada penyajian fakta, belakangan ini mendapat kritik tajam. Banyak pihak menilai sejumlah tulisan terkesan lebih mengagungkan sosok tertentu ketimbang menggali informasi secara mendalam. Selasa (13/05/2025)
Padahal, esensi jurnalisme adalah menyampaikan fakta secara objektif, bukan berlomba-lomba tampil lebih dulu atau lebih disukai oleh pejabat. Namun kenyataannya, beberapa tulisan justru mengaburkan kebenaran dengan ungkapan-ungkapan penuh pujian tanpa dasar data yang jelas.
Kukuh Setya, wartawan asal Surabaya, menilai bahwa praktik jurnalistik yang terlalu banyak mengagungkan sosok tertentu dapat merusak kepercayaan publik.
“Berita yang penuh pujian tanpa data justru merusak prinsip dasar jurnalisme itu sendiri. Jika tujuan menulis hanya untuk mendekatkan diri pada penguasa, maka esensi jurnalistik telah bergeser. Jangan sampai media berubah menjadi corong kepentingan tertentu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kukuh sapaan akrabnya mengungkapkan, bahwa jurnalis harus tetap berada pada garis objektivitas dan berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuasaan.
Fenomena tulisan yang mengedepankan citra pejabat ini memicu perdebatan tentang profesionalisme jurnalistik di tengah godaan kedekatan dengan kekuasaan.
Selain itu, muncul pula sorotan terhadap banyaknya berita serupa dari berbagai media, mulai dari judul, narasi, hingga foto yang identik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme dan orisinalitas dalam praktik jurnalistik.
“Hal itu mencerminkan sikap yang tidak profesional. Setidaknya, ada sedikit perubahan, seperti pada judul atau narasi, agar tidak terlihat sama. Ini menunjukkan bahwa wartawan bekerja dengan integritas, bukan sekadar menyalin berita,” pungkas Kukuh.
(Jamal/red)