Jeritan Petani Koperasi Produsen Ketajek Makmur Sejahtera, Panen Kopi Panen Air Mata

Selasa, 7 Okt 2025 22:18 WIB
Jeritan Petani Koperasi Produsen Ketajek Makmur Sejahtera, Panen Kopi Panen Air Mata
Puluhan petani kopi Ketajek saat membuat laporan di Polda Jatim didampingi oleh ketua umum AMI (doc : Brilian-news)

Brilian°Jember – Jeritan para petani kopi dari Desa Pakis, Kecamatan Panti Kabupaten Jember, menggema dengan getir. Sebanyak 468 petani yang tergabung dalam Koperasi Produsen Ketajek Makmur Sejahtera mengaku menjadi korban pungutan liar berkedok iuran keamanan.

Setiap kali panen, para petani diwajibkan menyetor Rp150 ribu per kintal kopi kepada pengurus koperasi, melalui orang-orang yang disebut sebagai keamanan koperasi. Modus pungutan itu disebut telah berlangsung lama, dan sebagian besar petani hanya bisa pasrah karena takut ancaman.

Namun, penderitaan mereka mencapai puncaknya ketika seorang petani bernama Bu Nami, akrab disapa Halimah, kehilangan hasil panennya setelah menolak membayar pungutan tersebut.

“Buah kopi saya dicuri malam hari setelah saya bilang tidak bisa bayar. Kami sudah tidak kuat lagi,” ucap Halimah lirih, menahan emosi.

Tragedi itu memantik keberanian petani lainnya untuk melawan. Mereka akhirnya bersatu dan melaporkan dugaan pemerasan tersebut ke Polda Jawa Timur, dengan pendampingan langsung dari Aliansi Madura Indonesia (AMI).

Ketua Umum DPP AMI, Baihaki Akbar menegaskan bahwa pasca mendapatkan seluruh bukti dan data akan kejadian tersebut, dirinya lantas melaporkan kejadian ini ke Polda Jatim, dengan nomor laporan LPB/143/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR dan pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Kami tidak akan tinggal diam. Rakyat kecil tidak boleh terus diperas atas nama sistem koperasi. Negara harus hadir melindungi petani,” tegas Baihaki Akbar (7/10) usai membuat laporan di Polda Jatim.

Berdasarkan data yang dihimpun, total hasil panen kopi petani Desa Pakis pada bulan Juli hingga Agustus 2025 mencapai 335 ton atau setara 3.350 kintal. Dengan pungutan Rp150 ribu per kintal, maka total uang yang disedot dari kantong petani mencapai Rp502.500.000 (lima ratus dua juta lima ratus ribu rupiah) hanya dalam dua bulan panen.

Sementara itu, Dinas Koperasi Kabupaten Jember menegaskan bahwa praktik pungutan semacam itu tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip koperasi.

“Koperasi dibentuk untuk menyejahterakan anggota, bukan membebani mereka dengan pungutan ilegal. Tidak ada dasar hukum untuk iuran seperti itu, apalagi dengan dalih keamanan,” ujar perwakilan Dinas Koperasi Jember saat dikonfirmasi Brilian News.

Kini, di tengah aroma kopi yang semestinya menjadi simbol kesejahteraan, para petani Desa Pakis justru berjuang melawan ketakutan dan ketidakadilan.

Mereka berharap aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan tersebut dan menangkap para oknum yang terlibat dalam praktik pemerasan ini, termasuk pihak-pihak yang menggunakan kekerasan dan ancaman terhadap petani.

“Kami percaya hukum masih ada di negeri ini. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan, dan para pelaku harus bertanggung jawab,” ujar Sunaryo salah satu petani dengan nada tegas.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik harum kopi Jember yang mendunia, masih tersisa kepedihan dan perjuangan para petani kecil yang menuntut hak atas hasil jerih payahnya sendiri. Keadilan adalah satu-satunya aroma yang kini mereka nantikan. (iL)

Pos terkait