Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, M.I.Pol, memberikan apresiasi kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa atas keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) untuk tahun 2026. Kebijakan tersebut dinilai sebagai langkah strategis yang menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi jutaan pekerja di sektor industri hasil tembakau (IHT).
“Keputusan Pak Purbaya sangat tepat dan berpihak pada rakyat. Di tengah tantangan ekonomi global, menjaga keberlanjutan industri padat karya seperti IHT merupakan langkah bijak yang harus diapresiasi,” kata Bambang Haryo dalam pernyataan resminya, Rabu (22/10).
Politisi Gerindra itu menjelaskan, IHT merupakan salah satu sektor dengan penyerapan tenaga kerja terbesar di Indonesia, baik di pabrik rokok maupun sektor pendukung seperti petani tembakau, pedagang eceran, dan pelaku UMKM.
“Jutaan masyarakat menggantungkan hidupnya dari sektor ini. Jika cukai terus dinaikkan tanpa memperhatikan daya beli masyarakat, dampaknya akan sangat luas, terutama terhadap tenaga kerja dan penerimaan negara,” ujarnya.
Bambang menilai, kebijakan mempertahankan tarif cukai dan HJE akan memberi ruang bagi industri untuk meningkatkan nilai tambah dan hilirisasi produk di dalam negeri. Menurutnya, langkah ini juga memberi kepastian bagi dunia usaha untuk berinvestasi secara berkelanjutan.
“Dengan stabilitas fiskal, pelaku industri bisa lebih fokus berinovasi dan memperkuat daya saing nasional. Ini semangat hilirisasi yang sesungguhnya,” tambahnya.
Lebih jauh, ia menilai keputusan Menteri Keuangan tersebut menjadi sinyal positif bagi iklim usaha di Indonesia. Sinergi antara kebijakan fiskal dan industri disebutnya menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
“Kalau kebijakan fiskal dan industri berjalan searah, hasilnya adalah stabilitas. Dari stabilitas itu lahir kepercayaan investor dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” jelasnya.
Meski demikian, Bambang juga mengingatkan agar kebijakan stabilisasi fiskal tidak bertentangan dengan regulasi dari kementerian lain. Ia menyoroti kebijakan Kementerian Kesehatan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Permenkes yang mengatur penyeragaman kemasan serta larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah.
“Kebijakan tersebut sebaiknya dikaji ulang agar tidak kontraproduktif terhadap sektor padat karya dan pelaku usaha kecil,” tegasnya.
Sebagai informasi, industri hasil tembakau menyumbang lebih dari Rp216 triliun penerimaan cukai pada tahun 2024, dan melibatkan sekitar 6 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung. Selain itu, lebih dari 30 juta pelaku UMKM turut bergantung pada rantai produksi dan distribusi rokok di seluruh Indonesia.
Bambang berharap pemerintah terus menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat, agar industri tembakau tetap menjadi penopang ekonomi nasional tanpa mengorbankan keberlanjutan sosial masyarakat yang bergantung padanya.