Brilian°Surabaya – Proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Lalu apakah dunia politik itu kejam? Mengingat ada kepentingan, perebutan kekuasaan dan sebagainya, hal itu ditampik oleh Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni SH ,Senin (13/12/21)
“Selamanya tidak, artinya tidak ada peristiwa kekejaman dalam dunia politik, tergantung dari niat kita menderma baktikan untuk partai itu ” kata Arif Fathoni
Kalau dari awal punya keikhlasan untuk mendharma baktikan hidup ini untuk kepentingan partai. Maka sambung Arif seberat apapun penugasan dari partai pasti akan terasa ringan.
Orang yang aktif di partai politik, tutur Arif harus punya dua karakter dasar, yakni ojok kagetan, ojok gumunan. Sehingga ketika melihat dinamika politik yang begitu keras dia tidak akan bereaksi berlebihan, karena hal itu dinilai wajar wajar saja
Sebab, papar Arif yang namanya politik ujung-ujungnya adalah kompetisi untuk meraih suara rakyat. “Kalau kita sudah punya prinsip tidak kagetan dan gumunan apapun yang terjadi kita harus menerima apa adanya. Kalau semisal kita sudah bekerja dengan cukup keras lalu kemudian Allah belum mentakdirkan kita jadi pelayan rakyat, DPRD, kekuasaan eksekutif iya sudah itu bagian dari pilihan perjuangan.” jelas Arif
Lantas Arif pun menganalogikan sebaik baiknya manusia adalah yang mau berjuang dibandingkan menimpakan kesalahan kepada orang lain.
“Rasa kecewa dan berkeluh kesah wajar, namanya manusia pasti ada kekecewaan ketika hasil nya itu tidak sesuai dengan yang kita harap.” sebut politisi asal Partai Golkar tersebut.
Ketika berada di posisi seperti itu, menurutnya kita harus introspeksi dan kembali lagi kepada dasar kita berpolitik, yakni penuh dengan keikhlasan untuk kepentingan masyarakat, karena ini adalah takdir.
Lalu bagaimana dengan politik yang dinilai menindas dan menghasut, dari sudut pandanganya anggap seperti itu, karena selama ini kita tidak pro aktif untuk menjelaskan tugas pokok dan fungsi legislatif di depan masyarakat.
Terkadang juga lanjut dia, karena pendidikan politik tidak dimaknai sepenuhnya, disaat mau nyaleg seolah olah mau mencalonkan kepala daerah. Sehingga janjinya terhadap rakyat itu janji yang sebenarnya dilakukan oleh kepala daerah.
“Artinya DPRD itu punya Keterbatasan dan fungsi, DPRD dengan kepala daerah itu berbeda, kalau kepala daerah berjanji di depan masyarakat dia punya otoritas penuh untuk mengeksekusi kebijakan itu dalam APBD, kalau DPRD kan tidak,” tutur Arif.
Sehingga ia menyerukan, cara paling sederhana orang yang mau nyaleg itu niatnya cuma satu, bagaimana mau menjadi pelayan rakyat, pelayan rakyat itu apa? Harus mampu mengakselerasikan kehendak masyarakat yang diwakili nya dengan rencana pembangunan jangka menengah di daerah pemilihannya.
“Nah itulah fungsi kita di bujeting jadi penganggaran bagaimana kita mampu mendorong usulan aspirasi masyarakat itu masuk dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah lebih spesifik lagi masuk dalam APBD.” tandasnya.