Bambang Haryo : Pemindahan Ibu Kota ke IKN Harus Dikaji Ulang, Potensi Bebani Rakyat hingga Rp2.920 Triliun per Tahun

Sabtu, 9 Agu 2025 11:44 WIB
Bambang Haryo : Pemindahan Ibu Kota ke IKN Harus Dikaji Ulang, Potensi Bebani Rakyat hingga Rp2.920 Triliun per Tahun
Anggota DPR-RI Bambang Haryo Soekartono saat melakukan wawancara bersama media/Foto : Istimewa

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) menilai perlu adanya peninjauan ulang terkait pemanfaatan Ibu Kota Negara (IKN) yang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur (Kaltim), agar benar-benar siap menggantikan Jakarta sebagai ibu kota negara sekaligus pusat pemerintahan.

Menurut BHS, Jakarta sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan setiap hari dikunjungi kurang lebih 10 juta penduduk dari seluruh Pulau Jawa. Dari jumlah tersebut, sekitar 3,5 juta orang berasal dari wilayah Jabodetabek, ditambah sekitar 7 juta orang dari berbagai kota di Pulau Jawa.

“Saat ini mereka bisa menggunakan berbagai moda transportasi, bahkan berjalan kaki. Ada yang naik sepeda, becak, kuda, sepeda motor, mobil, kereta api, dan lain-lain dari berbagai kabupaten/kota di seluruh Pulau Jawa,” ujar BHS.

Bacaan Lainnya

BHS menjelaskan, jika ibu kota dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan, maka masyarakat yang memiliki kepentingan langsung—baik ke perusahaan besar, BUMN, pusat pemerintahan, maupun DPR—akan beralih menuju IKN.

Ia memperkirakan, jika jumlah yang berkepentingan ke IKN hanya 2 juta orang dari total lebih 10 juta, mereka akan bergantung pada transportasi udara dan laut.

“Kalau menggunakan transportasi udara dengan tarif Rp1,5 juta, maka masyarakat harus mengeluarkan sekitar Rp3 triliun per hari untuk transportasi menuju IKN. Pulang-pergi menjadi Rp6 triliun. Belum lagi akomodasi yang diasumsikan Rp1 juta per orang per hari, artinya ada tambahan Rp2 triliun per hari. Totalnya menjadi Rp8 triliun per hari, atau Rp2.920 triliun per tahun. Inilah beban dan pengorbanan rakyat akibat kebijakan jika ibu kota dan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan,” ungkapnya.

BHS juga menyoroti keterbatasan kapasitas transportasi udara. Ia menyebut, jika seluruh 450 pesawat yang beroperasi di Indonesia dialihkan ke rute Pulau Jawa–IKN, dengan kapasitas masing-masing 200 penumpang, maka setiap keberangkatan hanya bisa mengangkut 90 ribu penumpang.

“Dalam satu hari hanya bisa maksimum empat kali penerbangan pulang-pergi (PP) karena perjalanan sekitar dua jam. Berarti daya tampung penumpang hanya 360 ribu orang per hari, padahal kita butuh menampung 2 juta orang. Trus mau ditampung di mana lagi?” tanya BHS.

Ia menambahkan, Bandara Sultan Aji di Balikpapan hanya memiliki kapasitas 30 parking stand pesawat dengan kemampuan maksimum menampung 45 ribu penumpang per hari. Sementara bandara di IKN hanya bisa menampung sekitar 600 penumpang per hari karena kapasitasnya kecil.

“Tidak mungkin menampung keinginan publik menggunakan transportasi udara, apalagi transportasi laut yang sangat terbatas dan memerlukan waktu berhari-hari untuk sekali pelayaran,” tegasnya.

BHS juga mempertanyakan akses dari wilayah Sumatera, Sulawesi, Bali, dan NTT menuju IKN.

“Ini yang harus dikaji mendalam,” kata anggota Dewan Pakar Partai Gerindra yang juga peraih suara terbanyak di Dapil Jatim I (Surabaya–Sidoarjo) tersebut.

Ia mengingatkan, pemerintah jangan sampai mempersulit rakyat dengan kebijakan pembangunan IKN yang berasal dari pemerintahan sebelumnya. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menjadi beban berat bagi rakyat yang saat ini sedang diupayakan peningkatan kesejahteraannya.

“Diharapkan pemerintah segera mengevaluasi dan mengkaji secara cermat, lalu memutuskan langkah terbaik agar rakyat tidak dikorbankan demi kepentingan pembangunan IKN sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan yang justru dapat menyulitkan serta menyengsarakan rakyat,” pungkas BHS.

Pos terkait