BANYUWANGI ° Brilian News.id – Indonesia, memiliki kekayaan maritim yang luar biasa, salah satunya adalah lautan Indonesia merupakan rumah bagi 114 jenis hiu dari 500 jenis hiu yang ada di seluruh dunia. Namun ada kondisi ironi yang serius: negara ini memegang predikat sebagai negara penangkap hiu terbesar di dunia.
Kondisi darurat konservasi yang mengancam predator puncak lautan ini mendorong seorang pemuda dari Banyuwangi untuk menghadirkan solusi berbasis teknologi Kecerdasan Buatan (AI). Dia adalah Oka Bayu Pratama, bersama timnya di bawah naungan organisasi kepemudaan Garda Lestari, ia menciptakan SeeShark, aplikasi AI revolusioner yang hadir sebagai solusi untuk mengidentifikasi spesies hiu secara cepat, akurat, dan masif.
Inisiatif SeeShark bukan sekadar proyek akademik biasa. Ia adalah manifestasi perjuangan pribadi yang berawal dari keprihatinan mendalam dan dibiayai dengan modal yang bersumber dari hasil usaha budidaya.
Ironi dan Ancaman Keanekaragaman Hiu
Kisah SeeShark berakar dari fakta mengenai posisi Indonesia di peta perikanan global. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman spesies hiu tertinggi di dunia. Namun, kekayaan keanekaragaman ini diiringi ironi tragis. Indonesia juga menjadi penangkap hiu terbesar, dengan volume tangkapan yang mencapai rata-rata 110.000 ton per tahun.
Laju penangkapan yang masif ini sangat mengkhawatirkan karena hiu dikenal memiliki laju reproduksi sangat lamba. Beberapa jenis spesies hiu bahkan baru mencapai kematangan seksual setelah berumur belasan tahun.
Laju reproduksi yang rendah membuat populasi hiu sangat rentan terhadap eksploitasi, mendorong banyak spesies hiu ke ambang kepunahan. Spesies-spesies penting seperti Hiu Martil Kepala Bergerigi (Sphyrna lewini), yang kini berstatus “Sangat Terancam Punah” (Critically Endangered) oleh IUCN dan diatur ketat perdagangannya melalui Apéndiks II CITES, masih menjadi target tangkapan di sentra-sentra perikanan.
Titik Buta Identifikasi di Pelabuhan
Permasalahan terbesar yang disaksikan Oka Bayu Pratama terjadi di lapangan, di pelabuhan pendaratan ikan seperti Muncar (Banyuwangi), Lamongan, dan Lombok Timur. Petugas enumerator yang bertugas mencatat data per spesies untuk pengawasan seringkali gagal menjalankan tugasnya secara optimal.

“Saat kami berada di pelabuhan, kami melihat petugas enumerator kesulitan mencatat data karena hiu seringkali sudah dalam kondisi terpotong-potong—hanya menyisakan kulit, sirip, atau potongan tubuh lainnya. Praktik ini dikenal dengan istilah finning atau pemotongan lain untuk menghemat ruang penyimpanan,” cerita Oka Bayu Pratama.
Ia menyaksikan bagaimana petugas harus menebak atau mencatat data yang bias karena ketiadaan alat bantu identifikasi yang andal.
“Bagaimana mungkin kita bisa melindungi spesies jika kita bahkan tidak tahu pasti spesies apa yang sedang didaratkan? Masalah utamanya adalah krisis identifikasi spesies yang sistemik dan itu melemahkan seluruh kebijakan konservasi,” tutur pemuda kelahiran tahun 2001 yang berasal dari Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi,
Perjuangan Mandiri Lahirkan SeeShark
Tekad untuk menemukan solusi ini tidak didukung oleh pendanaan besar. Oka, yang memiliki latar belakang sebagai praktisi teknologi AI, IoT, dan Web Development, memutuskan untuk membiayai tahap awal pengembangan aplikasi secara mandiri.
“Untuk bisa turun ke pelabuhan, mengembangkan model AI, dan mengumpulkan data valid, kami butuh biaya operasional. Saya membiayai semua ini dari hasil keuntungan usaha budidaya lele yang saya jalankan di Banyuwangi,” ungkap mahasiswa yang menempuh kuliah di Program Studi Akuakultur Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran dan Ilmu Alam, Universitas Airlangga.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengorbankan waktu dan modal pribadinya demi memastikan SeeShark dapat terwujud. Perjuangan membiayai inovasi konservasi dari modal budidaya lele ini menjadi cerminan nyata dari semangat kemandirian pemuda daerah.
Berangkat dari modal mandiri dan keahliannya, lahirlah SeeShark. Aplikasi ini memanfaatkan deep learning untuk mengidentifikasi spesies hiu hanya dari potongan kulit atau tubuhnya.
SeeShark dibangun dari database kuat yang terdiri dari 9.600 data foto hiu dari 10 spesies yang paling rentan, dan mampu memberikan identifikasi dengan tingkat akurasi mencapai 95.3% dalam hitungan detik. Aplikasi ini juga secara otomatis menampilkan Status Konservasi IUCN dan status perlindungan CITES dari spesies yang teridentifikasi, memberikan peringatan instan bagi petugas.

SeeShark telah diimplementasikan sebagai proyek percontohan di tiga pelabuhan utama: Banyuwangi, Lamongan, dan Lombok Timur, dan berhasil mencatat serta mengidentifikasi lebih dari 1.058 gambar hiu di lapangan. Inovasi ini juga telah mendapat validasi teknis dari pakar di BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) serta perolehan 2 Hak Cipta dan 1 permohonan Hak Paten.
Kelestarian Sejati Dimulai dari Kesejahteraan
Inovasi SeeShark dikembangkan Oka dan kawan-kawan di bawah naungan organisasi kepemudaan Garda Lestari, yang berpegang pada filosofi “Kelestarian Sejati Dimulai dari Kesejahteraan.”
Andri Saputra, Ketua Garda Lestari, menegaskan bahwa inovasi adalah kunci untuk menjembatani kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan. “Kami percaya, teknologi seperti SeeShark harus menjadi alat pemberdayaan bagi petugas dan nelayan. Dengan data yang akurat, pengelolaan sumber daya laut menjadi lebih adil dan berkelanjutan,” ujar Andri.
“Selain di sektor maritim, Garda Lestari juga aktif di sektor kehutanan dengan proyek ekonomi hijau seperti Kampung Aren (Si Macan) yang memberdayakan masyarakat di Banyuwangi melalui hilirisasi nira aren, menunjukkan bahwa kesejahteraan dan konservasi dapat berjalan beriringan,” lanjut Andri.
Pengakuan Nasional
Perjuangan Oka Bayu Pratama, dari budidaya lele hingga menciptakan AI konservasi di usianya yang muda, kini mendapat apresiasi di panggung nasional.
Inisiatif SeeShark telah resmi diumumkan sebagai salah satu dari 10 Finalis Nasional 16th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2025 untuk kategori Teknologi Tepat Guna/ Pemanfaatan Teknologi.
Pencapaian ini sungguh luar biasa, mengingat SeeShark berhasil menyisihkan 17.708 pendaftar dari seluruh Indonesia yang mengikuti program apresiasi tahunan dari PT Astra International Tbk ini. Keberhasilan menembus 10 besar finalis ini menjadi bukti bahwa inovasi yang lahir dari daerah mampu membawa perubahan nyata dan signifikan bagi pembangunan berkelanjutan di sektor maritim Indonesia.
Saat ini, Oka Bayu Pratama dan SeeShark sedang melangkah ke tahapan penjurian akhir. Masyarakat Indonesia dapat memberikan dukungan dan berpartisipasi dengan memilih finalis favorit melalui pemungutan suara daring di situs resmi astra.co.id, yang berlangsung hingga 4 November 2025.
									
              




