Brilian•BANDUNG – Komisi IV DPRD Kota Bandung menampung aspirasi warga Kompleks Guruminda, Kelurahan Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik, dalam audiensi yang digelar di Ruang Rapat Komisi IV, Jumat, 11 April 2025. Pertemuan ini membahas keluhan warga terkait aktivitas SDN Guruminda yang dinilai mengganggu kenyamanan lingkungan sekitar.

Audiensi dihadiri perwakilan warga, Kepala Sekolah SDN Guruminda, serta pejabat dari Dinas Pendidikan Kota Bandung. Warga menyoroti persoalan kebisingan, kemacetan akibat kendaraan penjemput siswa, dan kurangnya ketertiban di sekitar sekolah yang berdiri di atas lahan fasilitas umum kompleks perumahan.

Sekretaris Panitia Relokasi, Rachmanto Sudardjat, mengatakan, keluhan ini sudah berlangsung cukup lama. “Kami berharap adanya solusi konkret yang bisa diterima semua pihak,” ujarnya.

Baca Juga :  Strategi Pemerataan Siswa, Pemkot Bandung Gandeng Sekolah Swasta

Dinas Pendidikan menegaskan bahwa lahan SDN Guruminda telah terdaftar sebagai aset milik Pemerintah Kota Bandung, sementara pihak sekolah menyatakan telah berupaya menjaga hubungan dengan warga dan mengikuti aturan yang berlaku.

Anggota Komisi IV, Andri Gunawan, menilai akar persoalan terletak pada lemahnya komunikasi antara pihak sekolah dan warga. Ia juga menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik, tetapi juga pembentukan karakter murid agar menghargai lingkungan sosial.

“Sekolah perlu berperan aktif membina siswa agar tertib di lingkungan. Dan orang tua juga harus memahami aturan. Semua pihak mesti saling mendengar,” ujar Andri.

Baca Juga :  DPRD dan Pemkot Bandung Sepakati RPJMD 2025–2029, Fokus pada Keadilan dan Partisipasi Publik

Aswan Asep Wawan, anggota lainnya, menyarankan adanya pembatasan aktivitas orang tua siswa yang menunggu di lingkungan sekolah sepanjang hari. Ia berharap sekolah bisa membuat regulasi internal untuk mengatasi hal tersebut.

Ketua Komisi IV, Iman Lestariyono, meminta Dinas Pendidikan mengawal pencarian solusi jangka pendek dan jangka panjang. Ia mengusulkan agar sekolah membuka ruang kolaborasi dengan warga, termasuk berbagi fasilitas pada waktu-waktu tertentu.

“Prinsipnya, keberadaan sekolah harus membawa manfaat, bukan konflik. Komunikasi yang baik bisa membuka jalan keluar,” kata Iman.**