Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, mendorong pemerintah untuk segera merespons kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Ia menilai langkah strategis yang dapat diambil adalah dengan menekan biaya produksi dalam negeri, khususnya melalui penurunan harga gas dan listrik untuk sektor industri
“Jika kita masih menginginkan pasar Amerika, tentu ongkos produksi industri di Indonesia harus diperhatikan dan diturunkan oleh pemerintah,” ujar Bambang saat ditemui di Stasiun Gambir, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Menurut Bambang, harga energi di Indonesia saat ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Ia mencontohkan, harga gas di Indonesia masih berkisar 12 dolar AS per MMBTU, jauh lebih mahal dibanding Vietnam dan Thailand yang hanya sekitar 4–5 dolar AS per MMBTU. Hal serupa juga berlaku untuk tarif listrik industri yang dinilainya masih belum kompetitif.
“Biaya listrik kita juga termasuk yang termahal di ASEAN,” tambahnya.
Bambang menyebut bahwa pengurangan biaya energi akan berdampak langsung pada penurunan biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia di pasar global. Langkah ini dinilainya sangat penting dalam menghadapi kebijakan proteksionis dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat.
“Kalau kita bisa mereduksi semua ongkos produksi di dalam negeri, kita masih punya peluang bersaing dengan negara-negara lain,” tegasnya.
Bambang juga menyoroti dampak langsung dari kebijakan tarif resiprokal AS terhadap industri tekstil Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu komoditas utama ekspor ke Amerika.
“Industri tekstil menjadi sektor yang paling terdampak. Namun kita masih memiliki peluang untuk mengalihkan pasar ekspor ke negara lain, termasuk kawasan Eropa,” ujarnya.
Menurutnya, produk-produk tekstil Indonesia relatif kompetitif dari segi harga jika dibandingkan dengan negara-negara lain, sehingga masih memiliki potensi di pasar global di luar Amerika.
Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April 2025 mengumumkan penerapan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. Kebijakan ini diberlakukan secara bertahap, dimulai dengan tarif umum sebesar 10 persen untuk seluruh negara per 5 April 2025, dan tarif khusus mulai berlaku pada 9 April 2025 pukul 00.01 EDT (11.01 WIB).
Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen, sementara negara ASEAN lainnya juga terdampak: Filipina 17 persen, Singapura 10 persen, Malaysia 24 persen, Kamboja 49 persen, Thailand 36 persen, dan Vietnam 46 persen.
Komisi VII DPR RI sendiri memiliki lingkup kerja di bidang Perindustrian, UMKM, Ekonomi Kreatif, Energi, dan Pariwisata. Bambang menegaskan bahwa dukungan konkret pemerintah terhadap sektor industri sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan perdagangan global.
“Jika kita ingin bertahan dan berkembang di tengah kebijakan proteksionis ini, maka efisiensi dan daya saing industri nasional harus menjadi fokus utama,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan