Brilian°Pamekasan – Rangkap jabatan dalam pemerintahan daerah selalu menjadi topik yang menarik untuk dikaji, terutama jika menyangkut posisi strategis seperti Sekretaris Daerah (Sekda) dan Inspektorat.
Secara hukum positif, tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang seorang Sekda untuk merangkap jabatan sebagai Inspektorat. Namun, jika ditinjau dari perspektif asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance), hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi efektivitas dan transparansi pemerintahan daerah.
Seperti salah satu persoalan yang kini ramai diperbincangkan adalah persoalan Gebyar Batik Pamekasan, yang dimana anggaran sebesar 1,5 Milyar tidak ada pertanggungjawaban, meskipun kasusnya sudah bergulir di Kepolisian, dan terkesan berhenti walaupun sudah hampir 4 tahun dilaporkan.
Hal ini membuat Rosi Kancil selaku ketua DPC Pamekasan Aliansi Madura Indonesia (AMI) memberikan pandangannya terhadap persoalan rangkap jabatan antara Sekda dan kepala inspektorat Kabupaten Pamekasan.
“Memang dari sisi hukum positif tidak ada aturan yang melarang seorang Sekda untuk rangkap jabatan sebagai Inspektorat. Tapi dari sisi asas asas umum pemerintahan yang baik (clean and good governance) itu bisa menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) antara pejabat Publik Sekda sebagai eksekutor kebijakan pemerintahan daerah dan Inspektorat selaku pejabat pengawas kebijakan.” terangnya.

Rosi juga menambahkan jika satu Jabatan saja tidak becus untuk mempertanggungjawabkan, apalagi sampai dua jabatan, bisa bisa Pamekasan ini menjadi lumpuh dan makin tertinggal.
“Satu fokuskan dulu, benahi benerin, ini kok pegang dua jabatan, enak sekali, punya istri dua saja ribetnya minta ampun, ini malah punya dua jabatan, aneh sekali ini Ach Faisol, Jabatan dipoligami, ya kalau seperti ini kasus GBP mandul,” ujar Rosi dengan nada kecewa.
Selain itu Rosi Kancil juga memberikan pendapat dari sudut pandang UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang standar pelayanan publik dan Perpres No. 54 Tahun 2018 tentang Pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan, secara spesifik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan transparan.
Namun, terkait dengan rangkap jabatan Sekda (Sekretaris Daerah) dan Pejabat Inspektorat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Aspek Hukum :
1. UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pasal 54 ayat (2) menyatakan bahwa ASN tidak boleh merangkap jabatan, kecuali dalam hal tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2. Perpres No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS Pasal 23 ayat (1) menyatakan bahwa PNS dapat diberi tugas tambahan sebagai pelaksana tugas, namun harus memenuhi syarat tertentu.
Aspek Pemerintahan :
1. Prinsip Good Governance Rangkap jabatan dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengurangi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Transparansi dan Akuntabilitas.
Rangkap jabatan dapat mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Rangkap jabatan Sekda dan Pejabat Inspektorat dapat menimbulkan masalah hukum, konflik kepentingan, dan mengurangi efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dan pertimbangan yang matang karena bisa menimbulkan konflik kepentingan jabatan Sekda dan Inspektorat. Karena bagaimana mungkin pejabat yang melakukan pengawasan (Inspektorat) sekaligus menjadi pejabat yang harus diawasi (Sekda)
Konflik Kepentingan :
Sekda : adalah pejabat eksekutif yang menjalankan kebijakan pemerintahan daerah.
Inspektorat : berperan sebagai pengawas atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Jika satu individu memegang kedua jabatan ini, maka terjadi benturan kepentingan.
Karena pejabat yang diawasi dan yang mengawasi adalah orang yang sama. (kk)
Tinggalkan Balasan