Brilian•JAKARTA – Ketua Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (LP2KP), Haris RN, menyoroti kebijakan Bank SulutGo (BSG) terkait reimburse biaya kesehatan pegawai yang tidak diganti. Menurutnya, sebagai perusahaan perbankan publik, BSG seharusnya mengedepankan solusi dalam menangani persoalan yang muncul.
“BSG harus memastikan kebijakan reimburse berjalan sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak diganti, ini bisa berdampak pada kesejahteraan pegawai dan berimbas pada produktivitas perusahaan,” ujar Haris di Jakarta, Rabu (5/2/2025).
Haris menilai permasalahan ini seharusnya tidak sampai mencuat ke publik jika BSG memiliki mekanisme penyelesaian yang baik. Menurutnya, layanan kesehatan bagi pegawai dan keluarga merupakan kebutuhan mendasar yang harus dijamin demi kelancaran operasional perusahaan.
“Jika reimburse tidak diganti, keuangan pegawai bisa terganggu. Terlepas dari aturan internal, kebijakan perusahaan tetap harus mengacu pada regulasi pemerintah dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak,” tambahnya.
Potensi Masalah Sistemik
Haris juga menduga permasalahan ini bukan kasus tunggal, melainkan bisa dialami pegawai lain yang enggan bersuara.
“Jangan-jangan ini bukan hanya dialami oleh satu pegawai saja?” cetusnya.
Meski demikian, ia mengapresiasi langkah BSG yang telah menjalin kerja sama dengan sejumlah rumah sakit, seperti RS Advent Manado, untuk memastikan layanan kesehatan bagi pegawai.
“Kebijakan kerja sama dengan rumah sakit patut diapresiasi, tetapi tetap harus ada pertimbangan khusus untuk kasus-kasus tertentu,” kata Haris.
Ia pun berjanji akan mendalami persoalan ini lebih lanjut.
“Kami akan mengkaji masalah ini langsung di lapangan. Mudah-mudahan semua pihak bisa kooperatif,” ucapnya.
Sebelumnya, informasi yang beredar menyebutkan bahwa permohonan reimburse salah satu pegawai BSG sejak November 2024 tidak diganti hingga masa klaim berakhir pada Desember 2024. Alasannya, rumah sakit tempat pegawai atau keluarganya dirawat tidak memiliki kerja sama dengan BSG dan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan internal perusahaan. Padahal, pemohon memilih rumah sakit terdekat karena kondisi darurat yang menyangkut keselamatan anaknya.
Kebijakan BSG Dipertanyakan
Selain reimburse kesehatan, Haris juga menyoroti kebijakan lain di BSG yang diduga berdampak pada kesejahteraan pegawai. Salah satunya adalah pembatasan pembayaran lembur yang disebut tidak merata.
“Kami mendapat informasi bahwa pembayaran lembur dibatasi. Misalnya, dalam satu cabang ada tujuh pegawai yang lembur, tetapi hanya lima orang yang mendapat haknya. Ini perlu disikapi sesuai PP No. 35 Tahun 2021 dan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pemangkasan bantuan pendidikan dan kesehatan bagi pegawai.
“Manajemen BSG seharusnya menjadi contoh dalam memberikan kebijakan yang berpihak pada pegawai. Namun, kini ada pemangkasan di beberapa aspek,” ujarnya.
Menurutnya, jika kebijakan tersebut dilakukan untuk efisiensi, maka perlu ada transparansi agar tidak menimbulkan spekulasi publik.
“Biasanya efisiensi dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan. Tapi jika menyasar kesejahteraan pegawai, bonus, dan perjalanan dinas, ini bisa menimbulkan pertanyaan besar: apakah BSG sedang baik-baik saja?” tutup Haris.**
Tinggalkan Balasan