Brilian •BANDUNG – Setelah gugatan praperadilan Pegi Setiawan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung, tim kuasa hukumnya kini menuntut ganti rugi dari Polda Jawa Barat. Tuntutan tersebut meliputi kerugian materiil yang diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
“Kami menuntut Polda Jawa Barat untuk memberikan ganti rugi sekitar Rp 175 juta. Ini mencakup nilai dua sepeda motor yang ditahan serta penghasilan bulanan sebesar Rp 5 juta sebagai kuli bangunan yang terhenti selama tiga bulan,” ujar Toni RM, kuasa hukum Pegi Setiawan, Senin (8/7/2024).
Toni menjelaskan, selama penahanan, Pegi Setiawan kehilangan penghasilan yang menjadi tumpuan hidup keluarganya. Sebagai kuli bangunan, pendapatan Pegi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan kedua adiknya. “Penahanan ini membuat Pegi kehilangan penghasilan. Kami akan mengajukan gugatan ganti kerugian,” tambahnya.
Selain menuntut ganti rugi materiil, Toni juga meminta Polda Jabar untuk merehabilitasi nama baik Pegi Setiawan dan secara resmi mengumumkan bahwa ia bukan lagi tersangka. “Kami menuntut Polda Jabar untuk mengumumkan bahwa Pegi sudah tidak lagi ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Toni.
Hakim Tunggal PN Bandung, Eman Sulaeman, mengabulkan permohonan praperadilan Pegi Setiawan, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Pegi oleh Polda Jabar tidak sah dan dibatalkan demi hukum. “Mengadili, mengabulkan praperadilan proses penetapan kepada pemohon atas nama Pegi Setiawan dinyatakan tidak sah dan dibatalkan demi hukum,” ujar Eman dalam putusannya.
Eman menambahkan, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Rizky pada 2016 oleh Polda Jabar tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. “Menyatakan tindakan menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka pembunuhan berencana adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum,” kata Eman.
Toni RM juga mengkritik keras kinerja penyidik Polda Jawa Barat yang dinilai asal-asalan dalam menetapkan Pegi sebagai tersangka. “Kami sangat menyayangkan penyidik Polri, khususnya Polda Jabar, yang asal-asalan dalam menetapkan tersangka. Ini sangat memalukan,” ujar Toni.
Penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan dianggap tidak sah karena ia belum pernah diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014, penyidik harus memiliki dua alat bukti yang sah dan juga melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil.
Eman Sulaeman menggunakan dasar ini dalam keputusannya untuk mengabulkan praperadilan Pegi Setiawan. “Penyelidikan seharusnya dilakukan terlebih dahulu sebelum menetapkan tersangka. Ini tidak dilakukan oleh penyidik,” kata Toni.
Dalam pembuktian oleh penyidik, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Pegi Setiawan pernah diperiksa sebagai saksi. Hal ini menguatkan putusan hakim bahwa penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan tidak sah secara hukum.**