Bambang Haryo Sebut Digitalisasi Sektor Penyeberangan Untuk Permudah Bukan Persulit

Bambang Haryo di Dermaga ASDP Ketapang Banyuwangi/Foto : Istimewa

Jakarta – Penerapan teknologi dalam sektor transportasi angkutan penyebrangan dinyatakan seharusnya bisa mempermudah konsumen dalam membeli dan mempergunakan. Hal ini, merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo yang menginginkan kemudahan bagi masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas publik.

Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan penerapan digitalisasi seyogianya mempermudah para pengguna dalam mempergunakan atau menerima fasilitas transportasi tersebut.

“Sekarang dengan adanya aplikasi pembelian tiket penyebrangan Ferizy, apakah itu benar mempermudah pengguna transportasi. Atau hanya mengedepankan teknologi tanpa memahami kultur dan kesiapan masyarakat terhadap produk digital?” kata BHS, Sabtu (6/7).

Bacaan Lainnya

Ia menyatakan hal tersebut, karena fakta di lapangan, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memahami teknologi secara baik.

“Perlu diingat, masyarakat Indonesia masih sekitar 30% yang pendidikannya SD kebawah, Apalagi pengguna feri itu masyarakat menengah ke bawah. Menengah atas ada tapi lebih banyak yang menengah ke bawah. Apakah penggunaan aplikasi ini tepat untuk memberikan layanan kepada konsumen feri. Itu kan pasti masyarakat akan kesulitan mengunduh aplikasi, apalagi harus mengisi data datanya untuk dipergunakan membeli tiket. Kenapa tidak mencoba digitalisasi seperti transaksi cashless yang ada di tol, kalau uang elektronik itu kan mereka tinggal isi dimana saja, lalu bisa langsung digunakan.” Ucapnya.

Bagi masyarakat yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi ini atau gaptek, akhirnya mereka harus membeli di kios kios agen yang menjual tiket di sekitar pelabuhan seperti di lintasan merak – Bakaheuni dan Ketapang – Gilimanuk. Dimana agen agen tersebut terkesan seperti agen agen yang tidak resmi atau agen asal asalan. Dan bahkan agen agen tersebut meminta imbalan yang jauh lebih besar dari harga jasa pelayaran ataupun jasa kepelabuhanan yang ada diharga tiket tersebut.

Sebagai contoh, di penyeberangan Ketapang-Gilimanuk, dijual tiket bagi penumpang pejalan kaki seharga Rp17 ribu. Yang rinciannya adalah jasa pelayaran Rp5.100, jasa kepelabuhanan ASDP Rp4.200, asuransi Jasa Raharja Rp400, dan asuransi Jasa Raharja Putra Rp900. Jadi total harga tiket Rp. 10.600, sedangkan sisa dari Rp 17 ribu adalah sebesar Rp. 6400 rupiah yang merupakan kutipan jasa agen yang memanfaatkan kesulitan masyarakat, atau adalah kutipan agen yang ada di tiket tersebut.

Padahal kutipan agen ada di dalam jasa kepelabuhanan ASDP Rp. 4200 tersebut. Karena besaran jasa kepelabuhanan tersebut termasuk jasa penjualan tiket pada saat ASDP belum menerapkan digitalisasi. Akhirnya masyarakat sangat dirugikan dengan membayar lebih / mahal akibat digitalisasi yang tidak wajar.

” Masa jasa kutipan agen lebih mahal daripada jasa pelayarannya? Ini yang harus diluruskan. ” Ucap BHS.

“Kutipan agen tersebut, tidak ada dasar hukumnya. Tetapi keberadaan agen dilegalkan oleh PT ASDP. Ada istilah agen ini adalah sebagai calo tiket yang ada disekitar pelabuhan, padahal praktek percaloan di moda transportasi lain seperti KAI dan penerbangan sudah di berantas dengan baik, kenapa di pelabuhan penyebrangan malah ditumbuhkan dan di legalkan?” Lanjut BHS.

Atas dasar hal itu, BHS menyatakan Ferizy ini cukup menyusahkan dan memberatkan masyarakat. Apalagi dengan adanya pembatasan masa berlaku tiket melalui ferizy tersebut tidak boleh lebih dari 3 jam, atau akan dianggap hangus. Mana ada di moda transportasi lain ada batasan lama waktu pembelian tiket secara online? Seperti misalnya di Kereta Api (KAI) pembelian tiket bisa dilakukan 45 hari sebelum keberangkatan. Bahkan di Transportasi udara bisa lebih dari 1 tahun Masyarakat bisa memesan tiket untuk keberangkatan melalui online. Dan di moda transportasi lain ada kepastian mendapatkan tempat kalau beli di online dari jauh hari sebelumnya. Dan bila konsumen akan membeli tiket Go Show itupun bisa dengan cash yang ada di loket transportasi Kereta Api, maupun Angkutan Udara sebelum jam keberangkatan dari moda tersebut. Sedangkan di Ferizy tidak ada penjualan tiket yang menggunakan uang cash atau dana cash. Sehingga masyarakat sering merasa kesulitan untuk mendapatkan tiket di Angkutan Penyebrangan. Apalagi ada batasan jam untuk pemesanan tiket yang ada di Ferizy.

“Saya bukan anti Digitalisasi, yang saya inginkan Digitalisasi yang mempermudah Masyarakat untuk membeli serta mempergunakannya seperti yang ada di beberapa negara di luar negeri, misalnya ICOCA di Jepang, OCTOPUS di Hongkong, THE DEUTSCHLANDTICKET, di German yang kartu tersebut sebagai Public Transport Card yang bisa digunakan untuk moda transportasi berkelanjutan, Bis, Kereta Api, maupun Ferry. Dan pengisian top up nya bisa melalui Convenience Store (Supermarket).” Kata BHS lebih lanjut.

Lalu ia pun menyoroti untuk membeli tiket transportasi di semua negara tidak perlu meminta data pribadi atau mengisi data pribadi pada saat pembelian tiket melalui online ataupun berbayar langsung (offline). Sedangkan di aplikasi Ferizy harus mencamtumkan data pribadi. Hal itu dapat semakin merepotkan Masyarakat dan juga karena transportasi ini adalah bersifat Instan dan komuter seperti penumpang bis, yang membutuhkan akses yang cepat. Di negara seluruh dunia tidak ada yang harus mencamtukan data pribadi untuk kepentingan pembelian tiket moda tersebut.

” kalau misalnya aplikasi Ferizy belum sempurna atau menyusahkan Masyarakat, kenapa tidak dikembalikan ke pembayaran cash. Seperti disemua negara di dunia, ferry commuter jarak pendek di Jepang, Filipina, Hongkong, Italy, Yunani Kanada maupun di korea dan juga di cina , itu pembayaran transportasi commuternya semua menggunakan Cash, dan tidak perlu menuliskan data atau menunjukkan data pribadi. Kecuali kalau mereka ingin membeli secara online jauh hari sebelumnya. ” Ungkap BHS.

“Pak Jokowi itu inginnya digitalisasi yang memudahkan rakyat. Bukan yang menyusahkan seperti ini. Kayak jalan tol itu kan mudah, tinggal tap saja. Atau seperti KRL atau LRT. Tidak ada uang tambahan bagi mereka untuk menggunakan layanan transportasi, seperti kejadian di penyeberangan seperti saat ini,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *