Brilian•BANDUNG – Dalam sebuah upaya yang inovatif untuk membangun kembali jembatan antargenerasi dan mempererat hubungan masyarakat dengan lingkungan sekitarnya, mahasiswa Antropologi Budaya dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung menggelar acara bertajuk ‘Nyampeur’. Sebagai bagian dari penyelesaian tugas akhir untuk mata kuliah Pariwisata Budaya, acara ini menunjukkan bagaimana permainan tradisional dapat berfungsi sebagai platform sosialisasi dan pendidikan karakter.
Dr. Cahya Hedy, S. Sen., M. Hum, Dekan Fakultas Budaya dan Media ISBI Bandung, menjelaskan pentingnya mata kuliah seperti Pariwisata Budaya dalam kurikulum mereka. “Mahasiswa diajarkan untuk menciptakan event yang harmonis dengan lingkungan sekitar dan berkolaborasi dengan komunitas lokal, dengan tujuan menciptakan momen yang berdasarkan pada kearifan lokal,” ujarnya.
Dengan menggunakan pendekatan ini, acara ‘Nyampeur’, yang dalam bahasa Sunda berarti ‘ajakan’, berfokus pada potensi yang dimiliki Bandung, menyoroti elemen-elemen kegiatan pendukung yang turut andil dalam mempertahankan daya tarik kota ini. Meski tidak selalu berbentuk kesenian, daya tarik kota Bandung menurut para panitia Nyampeur terletak pada sejarah dan permainan tradisionalnya.
Acara Nyampeur berlangsung di SDN 020 Lengkong Besar, dengan fokus utama pada permainan tradisional, dilihat sebagai ‘harta karun’ dari Kota Bandung yang erat kaitannya dengan budaya Sunda. Acara ini berupaya untuk membangun kembali hubungan antara masyarakat dan wilayahnya, dengan menjadikan Bandung sebagai sorotan utama dan menciptakan kesadaran tentang potensinya.
Acara ini berkolaborasi dengan EXPO yang diadakan oleh SDN 020 Lengkong Besar, dengan penampilan anak-anak dari kelas 1 dan 4 yang menampilkan kreasi dalam tema “Kearifan Lokal”.
Dalam kerangka acara ini, Dr. Cahya Hedy menunjukkan bahwa Nyampeur mampu menciptakan sinergi dalam menyelenggarakan sebuah acara dengan partisipasi masyarakat langsung, khususnya dalam konteks pendidikan. “Nyampeur sekarang ini bersinergis dengan anak-anak sekolah dasar. Anak-anak harus diberikan ruang dan kesempatan untuk menikmati masa mereka melalui permainan tradisional,” tambahnya.
Dengan harapan bahwa acara semacam Nyampeur akan terus berlanjut dan menciptakan hubungan yang lebih erat antara universitas dan masyarakat, tema “Karek Ulin Karek Ngarasa” – berarti ‘mengenal dan merasakan’ melalui permainan tradisional – dipilih sebagai tema utama untuk memulai proses penggalian potensi lain yang dimiliki oleh Bandung.
Dengan tagline “Kenali Lestari”, Nyampeur berusaha untuk melestarikan budaya yang telah dikenal atau yang perlu diperkenalkan kembali. Acara ini diharapkan dapat membantu Bandung dalam meremajakan daya tarik pariwisatanya, dengan menghidupkan kembali pesona zaman dahulu.**