Brilian•Jakarta – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim berkomitmen untuk tidak membiarkan segala bentuk intoleransi terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Menurutnya, hal itu merupakan salah satu dari “tiga dosa besar” yang harus dihapus dari dunia pendidikan, selain perundungan dan kekerasan seksual.
Nadiem menilai tiga dosa besar itu membuat pembelajaran menjadi tidak kondusif. Karena itu, ekosistem yang tidak kondusif, seperti hal-hal intoleran yang terjadi di dalamnya, tidak boleh dibiarkan ada di lingkungan pendidikan.
“Masa depan dia (korban) terancam, dengan adanya trauma yang diakibatkan dosa besar tersebut,” tegas Nadiem dalam keterangan tulis, Jumat (19/11).
Lebih lanjut Nadiem mengatakan, hubungan psikologis antara guru, orang tua, dan teman di sekitar kampus, memegang peranan penting dalam keberlangsungan ekosistem pendidikan.
Asesmen Nasional (AN), menjadi inisiatif Kemendikbudristek dalam mewujudkan lingkungan belajar yang bebas dari diskriminatif. Dalam menghasilkan pemetaan yang objektif, mekanisme asesmen dilakukan melalui teknik sampling untuk mengambil data yang dibutuhkan. Pertanyaan yang tersaji tidak hanya sebatas numerasi dan literasi, namun survei karakter dan lingkungan belajar.
Nilai Pancasila
Nadiem mengatakan, pada Asesmen Nasional, murid dan guru akan ditanyakan mengenai nilai Pancasila dan tingkat keamanan mereka di lingkungan sekolah. Dengan demikian, upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, khususnya keimanan, ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, serta kebhinekaan global, dapat tercapai.
Selanjutnya, kebijakan kementerian juga merambah pada nilai-nilai keberagaman dan toleransi. Hal ini terlihat pada program Kampus Merdeka dan pertukaran pelajar, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Mereka (mahasiswa) akan praktik langsung mengenai toleransi dalam kerukunan antaragama (dari program ini),” ungkap Nadiem.