Putra Mantan Pemimpin Libya Muammar Kadafi Mencalonkan Diri Jadi Presiden

Putra Mantan Pemimpin Libya Muammar Kadafi Mencalonkan Diri Jadi Presiden

Brilian•Libya – Saif al-Islam Kadafi, putra mantan pemimpin Libya Muammar Kadafi, telah mendaftar menjadi calon presiden untuk pemilu yang akan digelar pada Desember, kata seorang pejabat komisi pemilihan umum.

“Saif al-Islam al-Kadafi mendaftarkan pencalonannya untuk pemilihan presiden ke kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional di kota Sebha,” jelas sebuah pernyataan dari komisi tersebut, dikutip dari awak media ini, Senin (15/11).

Saif Kadafi adalah tokoh paling terkenal yang maju sebagai capres. Capres lainnya yaitu komandan pemberontak Khalifa Haftar, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah, dan Ketua Parlemen, Aguila Saleh.

Foto-foto yang beredar di media sosial menunjukkan Saif Kadafi, dengan janggut putihnya dan memakai kaca mata dan jubah coklat dan sorban tradisional, menandatangani dokumen di pusat pendaftaran di Sebha pada Minggu (14/11).

Era kekuasaan Kadafi masih diingat banyak orang Libya sebagai salah satu otokrasi yang keras, sementara Saif Kadafi dan tokoh-tokoh lainnya dari mantan rezim Kadafi telah keluar dari kekuasaan sejak lama, dan mereka mungkin sulit untuk mendapatkan dukungan sebesar para pesaing utamanya.

Saif Kadafi masih tidak terlalu dianggap oleh banyak warga Libya. Dia menghabiskan satu dekade terakhir ini jauh dari publik sejak penangkapannya pada 2011 oleh pejuang dari daerah pegunungan Zintan.

Awal tahun ini dia diwawancarai New York Times tapi belum muncul dan berpidato secara langsung terhadap warga Libya.

Saif Kadafi disidang secara in absentia pada 2015 oleh pengadilan Tripoli di mana dia muncul melalui saluran video dari Zintan. Dia divonis hukuman penjara seumur hidup karena kejahatan perang, termasuk membunuh pengunjuk rasa dalam pemberontakan sepuluh tahun lalu, tapi kemudian diberikan pengampunan. Dia juga diburu Pengadilan Mahkamah Internasional atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pesan politik
Ibrahim Fraihat, seorang profesor resolusi konflik dari Doha Institute, mengatakan Saif Kadafi mendapatkan dukungan dari para loyalis bekas rezim ayahnya dan juga dari suku tertentu.

“Menurut saya dia tidak punya kesempatan apapun untuk memenangkan pemilihan ini, menurut saya dia juga berpikir dirinya tidak memiliki kesempatan,” jelas Fraihat.

“Baginya, ini adalah pesan politik yang berusaha dia sampaikan; bahwa dia kembali ke ranah politik dan menjadi bagian dari permainan dan juga dia bisa maju dalam pemilu dan dia mengabaikan permintaan Pengadilan Kriminal Internasional agar dia diserahkan.”

Mengenyam pendidikan di London School of Economics dan penurut bahasa Inggris yang fasih, Saif Kadafi pernah dinilai banyak pemerintahan di dunia sebagai wajah Libya yang dapat diterima dan ramah Barat, dan kemungkinan pewaris kekuasaan. Tapi ketika pemberontakan pecah pada 2011 melawan kekuasaan panjang Muammar Kadafi, Saif Kadafi memilih keluarga dan para loyalisnya daripada kedekatannya dengan Barat.

“Kita berjuang di sini di Libya; kita mati di sini di Libya,” ujarnya saat itu kepada Reuters TV.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *