Brilian•Jakarta – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung terus menuai kritikan dari berbagai pihak. Bahkan, proyek ini disebut-sebut gagal karena tidak mendapatkan keuntungan atau dengan kata lain malah merugi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menekankan, pembangunan infrastruktur kereta cepat sama dengan proyek investasi infrastruktur lainnya. Artinya memerlukan waktu panjang untuk bisa balik modal.
“Saya yakini bawa ini sama seperti proyek investasi bahwa memerlukan waktu yang sangat panjang. Apakah MRT atau LRT ataupun sebagian jalan tol yang di mana akan dirasakan itu bukan sekarang nanti 30-40 tahun lagi,” kata Menteri Erick dalam acara Kick Andy Double Check, Minggu (14/11) malam.
Menteri Erick lantas mencontohkan negara maju seperti Korea. Di mana negara tersebut telah mempergunakan 50 persen APBN-nya di tahun 60-an ketika Korea miskin setelah perang. Namun hari ini, Korea membuktikannya dengan pembangunan infrastruktur yang luar biasa dia menjadi negara maju.
“Kita juga mesti melihat perspektif yang sama infrastruktur itu tentu konteksnya jangka panjang sekarang bagaimana dengan kereta cepat,” kata Menteri Erick.
Kemudian terkait dengan masalah jarak kereta cepat yang pendek, dirinya juga bahkan sempat menyarankan. Dia ingin kereta cepat ini bisa diteruskan sampai ke Surabaya
“Ada statement saya pak presiden juga bicara yang sama tetapi masalahnya yang ini saja belum selesai masa mau lanjut. Dan tentu kembali pemerintahan baru berikutnya apakah mau melakukan atau tidak,” ujarnya.
Sebelumnya, Ekonom senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengkritik proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Dia mengatakan, bahwa proyek tersebut sebagai proyek yang gagal.
Dalam hitungannya, pendanaan proyek ini diprediksi tak akan balik modal bahkan hingga kiamat. “Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat. Barang kali nanti tiketnya Rp 400.000 sekali jalan. Diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal,” ujarnya dalam sebuah dialog virtual.
Dia menjelaskan, pengerjaan infrastruktur tersebut hanya membuang banyak anggaran negara. Hal ini semakin diperparah karena kini anggaran proyek akan turut didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN setelah biaya proyeknya membengkak hingga Rp27,74 triliun.