Brilian•Jakarta – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyoroti perbedaan sikap PKS dan PDIP dalam polemik interupsi yang diabaikan Ketua DPR RI Puan Maharani saat rapat paripurna pengesahan calon Panglima TNI.
Menurut Lucius, PKS mendapatkan simpati publik lantaran langsung meminta maaf atas sindiran yang dilontarkan terhadap Puan karena kesal interupsi tidak digubris. Justru, sikap PDIP yang ngotot dan membela Puan akan menuai antipati dari publik.
“Maka lengkap sudah PKS memainkan jurus politik yang akan bisa mendapatkan simpati, sementara PDIP yang dengan mudah terlihat membela Puan secara membabi buta di hadapan fakta sikap Puan yang mengabaikan interupsi Alaydrus justru akan menuai antipati dari publik,” ujar Lucius kepada wartawan, dikutip Selasa (9/11).
Menurut Lucius, permintaan maaf PKS justru mendapatkan citra santun, bijak dan rendah hati. Sementara, PDIP yang membela sikap Puan terlihat arogan dan otoriter.
“Bahwa sebagai Ketua DPR, Puan berkuasa menentukan atau menerima atau menolak interupsi ya memang sudah seperti itu yang terjadi. Tetapi kekuasaan itu justru yang mau dikritik karena digunakan tanpa kebijaksanaan seorang yang disebut pemimpin,” kata Lucius.
Ia melihat, permintaan maaf PKS sebagai bentuk sindiran halus kepada Puan, bukan mengartikan sikap oposisi yang lemah. PKS memperlihatkan gestur sindiran terhadap sikap Puan yang mengabaikan interupsi bukan contoh baik bagi seorang Ketua DPR.
“PKS seolah-olah mau mengatakan sebagai seorang pemimpin, seseorang Puan mesti mempunyai kebesaran jiwa dan kerendahan hati dalam memperlakukan sesama. Pemimpin jangan arogan, mengabaikan orang lain termasuk yang mengajukan interupsi. Ini bukan contoh baik bagi seorang pemimpin,” ujar Lucius.
Di sisi lain, permintaan maaf PKS merupakan hal yang wajar karena ruang rapat paripurna bukan untuk menyerang pribadi.
“Permintaan maaf PKS memang sudah seharusnya karena forum paripurna bukan tempat untuk menyerang pribadi anggota. Yang pantas dibicarakan itu adalah soal pelaksanaan fungsi DPR,” kata Lucius.
Politikus PKS Fahmi Alaydroes menyampaikan permintaan maaf kepada PDIP atas sindiran kepada Ketua DPR RI Puan Maharani. Sindiran Fahmi kepada Puan terjadi saat rapat paripurna persetujuan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, Senin (8/11).
Fahmi kesal interupsinya tidak digubris oleh Ketua DPR RI Puan Maharani. Dengan nada kesal, Fahmi melempar suatu ujaran kepada Puan.
“Bagaimana mau jadi capres!” kata Fahmi saat rapat paripurna DPR RI, Senin (8/11).
Momen itu terjadi ketika Puan akan menutup rapat paripurna dengan agenda tunggal yaitu pengesahan laporan Komisi I terkait uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Namun tak lama setelah itu, Fahmi langsung menyampaikan permohonan maaf. Menurut dia, permasalahan dengan Puan Maharani sudah selesai. Dia sudah menyampaikan permintaan maaf kepada Fraksi PDI Perjuangan.
“Hal itu sudah selesai tadi, dengan teman-teman PDIP tadi saya juga sudah meminta maaf,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11).
Fahmi mengatakan, sindiran kepada Puan sebelumnya karena protes tidak diizinkan untuk menyampaikan interupsi.
Menurutnya, hal ini menjadi pembelajaran kepada pimpinan DPR agar menghargai dan menjamin hak anggota dewan untuk menyampaikan interupsi dalam rapat paripurna.
“Tetapi tentu saja ini menjadi pelajaran besar, terutama buat pimpinan DPR untuk menghargai dan menjamin hak konstitusi saya sebagai anggota dewan, terima kasih,” ujar Fahmi pada awak media.