Brilian•Jakarta – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan pemerintah tak bisa menimbang kenaikan upah minimum 2022 menggunakan instrumen Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Jika hal itu dilakukan, akan menimbulkan gejolak di lingkungan buruh.
Ia menyebutkan hal itu tidak bisa dilakukan pemerintah lantaran buruh sedang melayangkan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-undang Cipta Kerja. Sehingga, penetapan kenaikan upah minimum seharusnya menggunakan PP nomor 78/2015.
“Kami minta UMK dinaikkan sebesar 7-10 persen, tapi diabaikan dulu PP 36/2021 wong lagi digugat. Kalau buruh menang gimana? Apa pengusaha mau membayar tambahannya?,” tegasnya.
“Kemudian kami lihat pemerintah kemenaker ini naiknya berapa kalau memakai rumus PP 36/2021 upah itu turun, berani gak pemerintah memutuskan, itu, kalau mau menimbulkan gejolak di buruh, silakan saja, silakan putuskan,”tambahnya.
Said iqbal juga memandang bahwa Undang-undang nomor 11 tahun 2020 Omnibus Law Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan tak berpihak sama sekali kepada buruh.
“Bagi kami ini adalah kejahatan perburuhan negara lalai melindungi buruh baik buruh yang akan masuk pasar kerja, buruh bekerja dan buruh yang akan mengakhiri kerjanya,” pungkasnya mengakhiri perbincangan bersama awak media.