Pinjol Ilegal dan Peran OJK yang Dipertanyakan

Brilian•Jakarta – Wajah Presiden Joko Widodo terlihat serius. Nada bicaranya penuh penekanan. Ketika menyampaikan pidato dalam acara OJK Virtual Innovation Day, Senin (11/10).

Penipuan dan tindak pidana pemerasan yang dilakukan pinjaman online sudah sampai ke telinga Presiden Jokowi. Masyarakat tenggelam dalam jeratan utang yang membengkak. Belum lagi cara-cara penagihan yang dibumbui ancaman dan teror.

Sejak 2019 hingga Oktober 2021, setidaknya ada 19.711 aduan yang dilayangkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Khusus pengaduan terkait pinjaman online ilegal. Dari hampir 20.000 aduan pinjol ilegal, ada 9.270 atau 47,03 persen yang masuk kategori berat. Sedangkan 10.441 atau 52,97 persen masuk kategori sedang dan ringan. Sementara yang dilakukan Kominfo, memblokir hampir 5.000 konten pinjaman online ilegal. Ini dilakukan sejak 2018.

Bacaan Lainnya

Tumbuh suburnya pinjaman online ilegal semata-mata bukan sekadar menyangkut rendahnya literasi keuangan masyarakat. Peran dan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan sistem keuangan pun dipertanyakan. Seharusnya OJK menjadi benteng yang melindungi masyarakat dari jebakan pinjaman online ilegal.

“Selama ini kenapa marak, ya karena OJK-nya sendiri kurang tegas seolah-olah yang ilegal itu bukan urusan OJK. Padahal itu menyangkut sektor jasa keuangan. Pendekatannya harus berubah,” kata Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo.

Puluhan ribu pengaduan yang masuk ke OJK membuktikan lemahnya sistem pengawasan sektor keuangan dari praktik pinjaman online ilegal. Polisi sudah menjalankan tugasnya melakukan penindakan pelaku pinjol ilegal. Sementara OJK, seolah tugasnya hanya membantu memfasilitasi pelaporan kepada pihak kepolisian.

“Jadi sebetulnya peran OJK kalau terkait dengan yang tidak legal seperti ini lebih ke arah pelayanan konsumen. Pelayanan publik. Kalau ada yang maling, ya dilaporkan maling itu ke polisi. Jadi polisi yang mengurus,” tambahnya.

Ketua OJK, Wimboh Santoso membela diri. Selama ini OJK telah melakukan berbagai kebijakan untuk memberantas pinjaman online ilegal. Melalui Satgas Waspada Investasi (SWI). SWI rajin melakukan cyber patrol, melakukan pemblokiran rutin situs dan aplikasi pinjol ilegal. Lalu menertibkan koperasi simpan pinjam yang menawarkan pinjaman online. SWI juga melakukan pelarangan payment gateway. Untuk proses hukum pelaku pinjol ilegal, mereka bekerja sama dengan Polisi.

OJK menggandeng Kapolri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gubernur Bank Indonesia, dan Menteri UMKM. Mereka bersepakat dalam pemberantasan semua pinjol ilegal.

“Ini supaya masyarakat tidak terjebak kepada tawaran-tawaran pinjaman-pinjaman oleh pinjol ilegal,” jelas Wimboh.

Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, penegakan hukum dapat mempersempit gerak pelaku pinjol ilegal. Upaya pemberantasan ini harus terus dilakukan karena pinjol ilegal bisa kembali muncul di tengah masyarakat.

Kebijakan lain dilakukan OJK. Dari sisi pencegahan. Bekerja sama dengan perusahaan aplikasi dan penyedia jasa telepon seluler. Mereka menyebarkan informasi kewaspadaan terhadap penawaran pinjol ilegal. OJK juga melarang perbankan, Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) Nonbank, Aggregator, dan Koperasi memfasilitasi pinjaman online ilegal.

OJK juga menempuh pendekatan program edukasi untuk masyarakat. Mencegah masyarakat memanfaatkan dan terjebak pinjaman online ilegal. Peneliti ekonomi senior CORE Indonesia, Yusuf Rendy melihat OJK perlu mengevaluasi sosialisasi produk-produk keuangan termasuk pinjol. Agar lebih mudah dimengerti masyarakat.

OJK berusaha mengimbau agar masyarakat menggunakan fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK. Berdasarkan data OJK per 6 Oktober 2021, hanya ada 106 pinjaman online yang resmi terdaftar dan memiliki izin usaha. Mereka diawasi langsung oleh OJK.

Daftar pinjol legal saat ini di antaranya Danamas, Investree, amartha, dompet kilat, Kimo, Toko Modal, UangTeman, modalku, KTA Kilat, Kredit Pintar, Maucash, Finmas, KlikACC, Akseleran, PinjamanGO, Koinp2p, Pohondana, Mekar, Adakami, dan Esta Kapital.

Lalu, Kreditpro, Fintag, Rupiah Cepat, Crowdo, Indodana, Julo, Pinjamwinwin, DaraRupiah, Teralite, Pinjam Modal, Awan Tunai, Danakini, Singa, Dana Merdeka, Easycash, Pinjamyuk, Finplus, UangMe, serta PinjamDuit.

Selanjutnya, Batumbu, CashCepat, klikUMKM, Pinjam Gampang, cicil, lumbung dana, 360 Kredi, Dhanapala, Kredinesia, Pintek, ModalRakyat, Solusiku, Cairin, TrustIQ, Klik Kami, Involla, Sanders One Stop Solutin, dan DanaBagus.

Kemudian, UKU, Kredito, AdaPundi, ShopeePayLater, Modal Nasional, Komunal, Restock.ID, TaniFund, Ringan, Avantee, Gradana, Danacita, IKI Modal, Ivoji, Indofund.id, Igrow, Danai.id, DUMI, serta Laham Sikam.

Ada pula, KrediFazz, Doeku, Aktivaku, Danain, Indosaku, Jembatan Emas, EduFund, Gandeng Tangan, Bantu Saku, Danabijak, Danafix, AdaModal, samaKita, KlikCair, Samir, dan Uatas.

Sementara itu, ada enam fintech lending konvensional yang berstatus terdaftar di OJK. Di antaranya, TunaiKita, Cashwagon, Findaya, Crowde, KawanCicil, dan Asetku.

Pinjaman online ilegal menyasar masyarakat yang kesulitan ekonomi. Penagihan dengan ancaman membuktikan sulitnya masyarakat mengembalikan dana pinjaman. Karena itu pinjol menjadi salah satu yang berisiko tinggi. Namun, justru tumbuh subur di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko mengungkapkan, menjamurnya pinjaman online ilegal tak terlepas dari tingginya permintaan masyarakat akan dana segar. Di sisi lain, pinjol ilegal menawarkan kemudahan syarat pinjaman.

“Karena dia (pinjol ilegal) tidak perlu comply (patuh) dengan aturan OJK, aturan AFPI. Dia tidak terkait dengan mana-mana. Jadi dia selama orang apply pinjaman dan orangnya mau, dia kasih,” pungkasnya mengakhiri perbincangan bersama awak media.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *