Brilian•Jakarta – Kerja keras semua pihak dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama pandemi COVID-19 di seluruh wilayah Indonesia membuahkan hasil. Indonesia berhasil memastikan tidak terjadi dobel bencana, yakni kebakaran besar yang menyebabkan kabut asap di tengah-tengah gelombang COVID-19.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pun merasa bersyukur dengan kondisi ini. Padahal, kata dia, banyak pihak yang memprediksi bencana asap karhutla turut memperparah kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia.
“Banyak pihak memprediksi tentang bencana ganda di Indonesia pada tahun 2020 dan 2021. Kita sangat bersyukur, doa dan kerja keras kita dikabulkan oleh Tuhan. Fakta yang terjadi justru sebaliknya, Indonesia bebas asap karhutla selama dua tahun global pandemi,” kata Siti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (23/10).
Hal tersebut disampaikan Siti pada pertemuan COP-16 Asean Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang digelar virtual di Jakarta, Jumat (22/10). Tahun ini, Indonesia berperan sebagai tuan rumah forum yang diikuti Menteri Lingkungan Hidup se-ASEAN ini.
Lebih lanjut, Siti menjelaskan berdasarkan data dan tren yang didapat dari pengecekan lapangan dan pemantauan satelit selama hampir 10 bulan terakhir, serta prediksi hingga akhir bulan ini, Indonesia dipastikan bebas dari ‘duet bencana’ tahun ini.
“Ini artinya, tidak ada kebakaran kabut besar yang menyebabkan kabut asap di Indonesia selama dua tahun pandemi melanda dunia. Hal ini juga mematahkan banyak prediksi yang mengatakan bahwa Indonesia akan mengalami duet bencana pada tahun lalu dan tahun ini,” tegasnya.
Mengacu data monitoring hotspot dari satelit Terra/Aqua LAPAN sejak 1 Januari 2021 sampai dengan 20 Oktober 2021 pukul 07.00 WIB dengan tingkat keyakinan (Confidence Level ≥ 80%), tercatat jumlah hotspot sebanyak 1.296 titik.
Sedangkan periode yang sama pada 2020 tercatat sebanyak 2.665 titik hotspot. Artinya, terjadi penurunan jumlah hotspot sebanyak 1.369 titik atau turun 51,37 persen.
Hingga akhir bulan ini, terutama di Sumatera dan Kalimantan yang merupakan titik utama penerapan solusi permanen dalam pencegahan karhutla, menunjukkan secara umum berada dalam kondisi basah. Meski begitu, semua elemen dan sumber daya di lapangan terus tetap siaga.
Dalam forum ini, Siti kembali menegaskan salah satu syarat utama mencapai tujuan ASEAN Agreement On Transboundary Haze Pollution (AATHP) yaitu fokus pada pencegahan. Melalui AATHP, Indonesia telah meningkatkan upayanya dalam pencegahan karhutla melalui serangkaian pedoman, kerja sama, peningkatan kapasitas dan upaya lainnya.
Di hadapan para peserta pertemuan, Siti juga berbagi komitmen Indonesia untuk mencegah karhutla melalui serangkaian kebijakan, tindakan korektif, dan aksi di lapangan yaitu pengelolaan ekosistem gambut, peringatan dini dan deteksi dini, patroli terpadu, pelibatan masyarakat (Masyarakat Peduli Api), modifikasi cuaca, pemadaman udara dan penegakan hukum.
Dalam pandangan yang lebih luas, upaya Indonesia dalam AATHP juga berkontribusi pada pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Terkait dengan masalah ini, Siti menginformasikan inisiatif baru Indonesia yang sejalan dengan AATHP yang disebut FOLU Netsink 2030.
Dokumen ini akan digunakan sebagai pedoman, untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor hutan dan lahan yang mencakup lahan emisi GRK dan/ atau kebakaran hutan.
Di akhir pertemuan, para delegasi sepakat untuk memperkuat kewaspadaan, mengutamakan langkah-langkah pencegahan, dan melakukan pemadaman kebakaran segera untuk mengurangi karhutla dan meminimalkan terjadinya kabut lintas batas selama periode cuaca kering.
Kemudian, strategi pengelolaan lahan gambut berkelanjutan akan terus ditingkatkan, dalam mengatasi salah satu akar penyebab polusi asap lintas batas.
Pertemuan juga mencatat kemajuan dalam finalisasi pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Transboundary Haze Pollution Control (ACC THPC) di Indonesia. Pembentukan dan operasionalisasi ACC THPC ini dapat memperkuat implementasi yang lebih cepat dan efektif dari semua aspek Perjanjian Bebas Kabut Asap.
Terakhir, para delegasi yang hadir sepakat untuk mempertimbangkan indikator bersama untuk 20 persen pengurangan hotspot ASEAN untuk tahun depan dan peta jalan bebas kabut asap yang baru.